DAY 6: A SONG THAT MAKES YOU WANT TO DANCE

December 06, 2017

The Smiths - Panic

IMAGE SOURCE: gq.com
Siapa yang mampu menyanggah kebesaran sosok Steven Patrick Morrissey. Mau senyinyir dan sepedas apapun, karismanya jauh melebihi itu semua. Silang pendapat pada The Importance Of Being Morrissey (2003) yang menampilkan Johnny Marr, Bono U2, Noel Gallagher, hingga J.K. Rowling, kesannya malah sekadar menyoroti kehidupan eks personil The Smiths yang kini semakin necis dan mewah.

Lha sopo sing meh nggagas. Band kelas pekerja Inggris era 80-an ini baru mulai diperbincangkan orang Indonesia satu dekade kemudian, itupun oleh kalangan terbatas. Lirik-lirik agresif yang ditujukan kepada kepala negara, animal abusing, atau tuntutan equality kalangan homoseksual dan kulit berwarna; sudah pasti asing bagi masyarakat kita yang lebih memilih lagu tentang...ah, kamu tahu sendiri lah.

Justru yang membuat saya penasaran setelah menyaksikan dokumenter tadi adalah, siapakah guru tari solois kontroversial yang sering dipanggil Moz ini? Kok nggak sekalian dijelasin?

Bersama Ian Curtis (Joy Division) dan Ian Brown (The Stone Roses), Moz dikenal sebagai frontman dengan cara menari yang aneh. Sampai hari ini pun saya belum menemukan takwil valid. Sepertinya tidak mungkin mereka merasa terintimidasi dengan menggerakkan badan, ketika lirik yang terkadang gelap atau satir dilantunkan di atas panggung. Boleh jadi perasaan ini yang dimaksud Jimi Multhazam dalam “Dansa Akhir Pekan”, berdansa resah.

Akan sedikit lucu apabila sebuah band yang meng-cover The Smiths menjiplak habis lenggak-lenggok flamboyan sang vokalis tanpa mengerti secuilpun esensinya. Mau dibawa resah, silakan, tapi apakah dengan seperti itu kamu bisa menikmati apa yang dinyanyikan? 

But wait, I’ve been there. It was a feeling of weirdness or something. Pada suatu malam band saya mengisi sebuah acara tribute di Gedung Sobokartti, Semarang. Kami memainkan “Irish Blood, English Heart”, “Panic”, dan tiga lagu lain dari The Strokes.

Tidak lupa, hajat berbagi botol persahabatan saya tunaikan terlebih dahulu bersama teman-teman yang datang menyaksikan. Alhasil, keberanian naik dua strip dari biasanya. 30 menit berselang, dan tibalah giliran kami....

Di lagu pertama saya masih anteng dengan alasan berkonsentrasi pada lirik. Tapi siapa yang kuasa menahan diri saat mendengar track favorit dimainkan persis dari belakang tempatmu berdiri. Entah masih ingat atau sudah lupa, lirik kini jadi prioritas kesekian. Terlintas di kepala, apa yang sempat saya pelajari beberapa hari sebelumnya.

Ya, “Panic” merupakan bukti kejeniusan Morrissey merespon keadaan sekitar. Dia mengutuk seorang DJ radio yang memutar lagu cinta, tepat setelah menyiarkan berita tragedi nuklir di Chernobyl, Ukraina, 1986 silam. Nggak nyambung. Baginya, radio harus bertanggung jawab atas degradasi nilai sosial yang ditimbulkan oleh musik pop komersil.

“Burn down the disco, hang the blessed DJ. Because the music that they constantly play, it says nothing to me about my life.” 


Merasa terwakili dengan lirik tersebut, ditambah sudah agak “naik”, maka pecahlah saya kemudian. Satu microphone di depan gitaris saya cabut dan kemudian saya berikan kepada penonton, sementara saya sendiri cuek menggoyangkan badan sambil bernyanyi sekenanya. Apa saja yang saya tangkap sejak pertama kali mengenal Moz, lagu-lagunya, lirik-liriknya, keresahan-keresahannya; saya luapkan saat itu juga. 

“Hang the DJ, hang the DJ, hang the DJ!”line repetitif yang membuat siapapun di venue tergerak dan bertambah liar. Saya cukup puas karena berhasil membunuh urat malu. Namun masih saja ada sisa-sisa ganjalan, semacam sedikit kesal melihat banyak penonton yang masih adem ayem di sekitar pintu masuk, tapi bodo amat, deh.

Akhirnya saya menyadari, pertanyaan di atas tidak memerlukan jawaban apapun, bahkan terpaksa saya harus menertawakan diri sendiri. Jikalau menjiplak itu tidak cool karena tidak menjadi diri sendiri, personamu akan lebih menyedihkan saat berusaha menjiwai suatu peran tanpa totalitas. Kapok mengulanginya? Oh, tentu tidak. (3.9/5)

You Might Also Like

0 comments