ALESTORM - SAAT BAJAK LAUT MENJADI ANAK BAND

December 05, 2017


IMAGE SOURCE: alestorm-uk.wikipedia.org

Sedikit sekali lagu bertempo cepat di playlist saya, boleh dibilang telinga ini terlalu payah untuk bersahabat dengan genre metal, hardcore dan sejenisnya. Saat pertama kali mendengarkan Alestorm pun agak lucu. Dengan setengah memaksakan diri mencari suasana baru, mereka menarik perhatian saya untuk berkenalan. Setahu saya, masih jarang kita temui band dengan membawa subgenre pirate-metal sebagai identitas.

Terbentuk pada 2004 di Perth, Skotlandia, Alestorm menggunakan nama Battleheart sebelum menggantinya. Sempat mengalami bongkar-pasang personel, hingga akhirnya mengukuhkan diri dengan formasi Christopher Bowes (vokal dan kibor), Dani Evans (gitar), Gareth Murdock (bass) dan Peter Alcorn (drum). Kuartet ini mengusung aliran yang mereka mantapkan sendiri dengan sebutan "True Scottish Pirate Metal".


Harmonisasi musik rock dan bebunyian tradisional Skotlandia yang dimainkan Alestorm secara tidak langsung menjembatani telinga-telinga yang belum familiar dengan sound-sound keras. Ini karena adanya nuansa yang kurang lebih sama ketika kita menangkap keunikan band-band folk-rock dan celtic punk seperti Dropkick Murphys, Flogging Molly atau The Pogues. Aroma scottish Alestorm sendiri memang berasal dari instrumen-instrumen seperti tin whistle, vibraslap, brass hingga bagpipe.

IMAGE SOURCE: getreadytorock.me.uk

Sekarang lihatlah keempat judul albumnya, sudah menyerupai buku cerita tentang serunya pertempuran di atas samudera: Captain Morgan's Revenge, Black Sails at Midnight, Back Through Time, dan Sunset on the Golden Age. Judul-judul tadi mengemas seluruh lagu yang tidak jauh-jauh dari teror Jolly Roger, hujan badai di lautan lepas, meriam kapal dan pertempuran antar koloni bajak laut. Selalu penuh gairah akan kapal besar berisikan harta karun yang bisa mereka jarah kapanpun. Bunuh dan rampas!

Semua hal yang mengerikan dan menantang nyalimu untuk berlayar lengkap tergambar disini. Apakah temanya terlalu monoton? Tidak, justru inilah yang dinamakan spesialisasi. Ada ponten tersendiri juga untuk Christopher yang piawai bernyanyi sambil memainkan keytar (kibor dengan gantungan strap untuk pundak dan dimainkan layaknya orang bermain gitar). Bahkan saat tampil live sama sekali tidak terlihat kerepotan, dia tetap bisa menjaga suaranya.

Tidak ada key track dari masing-masing album karena Alestorm sendiri jarang merilis single hits. Untuk rekomendasi silakan simak “Over the Seas”, “No Quarter”, serta “Set Sail and Conquer” yang begitu megah. Jangan tinggalkan pula “Keelhauled” dan “Of Treasure” yang kental nuansa folk-nya. Selain itu mereka juga pernah turut andil dalam sebuah project musikal Pirates of the Sea, dengan merekam ulang gubahan empat komposer Swedia, “Wolves of the Sea”.

IMAGE SOURCE: alestorm-rockcult.ru

Ingat “Flower of Scotland”? Ini adalah satu chants yang sering dikumandangkan pada beberapa acara (kebanyakan kompetisi olahraga) di Skotlandia. Lagu ini menceritakan kemenangan rakyat Skotlandia saat melawan Inggris pada Perang Britania abad 14. Tidak ketinggalan Alestorm turut menggubah dengan versi mereka. 

“O Flower of Scotland, when will we see your like again. That fought and died for your wee bit hill and glen and stood against him. Proud Edward's army and sent him homeward, to think again.” 

Ah, memang selalu ada nilai untuk seniman yang menyisipkan pesan nasionalisme dalam karya-karya mereka. Aye captain, sudahi dulu basa-basinya, mari kita berlayar lagi!



(Review ini saya tulis tahun 2012 dan pernah dimuat di sini sebelumnya)

You Might Also Like

0 comments