DAY 10: A SONG THAT MAKES YOU SAD

December 10, 2017

The Chainsmokers - Closer

IMAGE SOURCE: billboard.com
Life’s just a matter of come and go, yang hilang kelak tergantikan. Tahun 2017 ditandai rangkaian bunga untuk kepergian sejumlah nama besar seperti Tom Petty, Gregg Allman, Chuck Berry, Chester Bennington, Malcolm Young, dan idola saya Chris Cornell.

Judul yang tertulis di atas sama sekali tidak berkaitan dengan rangkaian bunga yang turut mengiringi menuju tempat peristirahatan terakhir. Lagipula tak ada gunanya memperlambangkan kepingan hati terluka dengan sebuah lagu. Saya tidak pernah menjadikan musik sebagai mesin penggerus kegalauan, opo gunane?

"Sedih” di sini cenderung ditekankan ke arah “prihatin”, slogan paten drama queen mantan presiden kebanggaan kita semua.

Inilah potret keprihatinan yang saya rasakan terhadap keadaan industri musik sekarang. Mau tidak peduli dengan chart top 40, apapun alasannya, kita tidak bisa menghindar begitu saja. Lagu-lagu yang ada di list tersebut minimal terdengar dari orang-orang sekitar yang sedang memutar. Terhidang sewaktu-waktu di radio, televisi, bahkan acara kondangan. Bisa juga tercawis di tab explore Instagram, timeline twitter, maupun beranda Youtube.

Padahal belum lama dunia terasa damai setelah terlepas dari teror Sabrina, sang legenda penguasa kafe, pujasera, dan pusat perbelanjaan. Kini, mbak-mbak bergitar itu bermutasi dan menduplikasi diri melalui Youtube dalam wajah lain. Here they come, cover song video.

Eh, saya boleh nyinyir, kan?

Musisi-musisi cover ini sebenarnya punya potensi besar, lihat saja kreasi-kreasi Youtuber spesialis cover song. Kalau bisa sebagus itu, kenapa tidak pede menyanyikan lagu sendiri? Apakah dengan berhenti mendaur ulang (atau me-mash up) karya musisi kenamaan, kekuatan monetizing mereka akan turun drastis? Come on, potensi besar tersebut tidak boleh dimatikan oleh bentuk “kreativitas” lain yang malah membentuk batasan.

Bagaimana cara menyimak lagu-lagu dari Boyce Avenue, tolong beritahu saya. Sangat tidak masuk akal “Everlong” (Foo Fighters) dinyanyikan semelankolis itu. Oke, mungkin garis tipis antara charming dan lembek hampir tak terlihat. Tapi, bisakah kamu membayangkan lirik “Love Me Like You Do” dan “A Thousand Years” ditransfusikan ke dalam tubuh laki-laki tinggi besar, yang kemudian dia bawakan dengan penuh penghayatan (sebagaimana versi penyanyi aslinya). Sungguh saya iri dengan selera humor jutaan subscribers di channel-nya, tinggi sekali.

Masih dari Youtube, salah satu sumber digging referensi musik. Tidak hanya musik sih, video lawak juga banyak, termasuk yang saya feature-kan untuk challenge hari ini. Konon, duo bernama The Chainsmokers adalah salah satu syarat wajib untuk mencapai predikat #2017hitz. Status tersebut tentu bukan perkara mudah, ada beberapa klasifikasi yang pantang dilanggar.

Ketauhidan terhadap agama baru bernama electronic dance music (EDM) harus dibuktikan, sesudah melafalkan ayat-ayat terbaiknya, dengan menghadiri hajatan tahunan selevel Djakarta Warehouse Project atau ibadah rutin di club-club malam. Terinspirasi dengan DJ-DJ pembakar dancefloor? Stop dreaming and start doing (artinya: berhentilah bermimpi, ayo daftarkan dirimu di les-lesan terdekat)! Tidak perlu repot-repot menguasai alat musik terlebih dahulu, ribet. Ingat, ini pendidikan menjadi pemuka agama, bukan musisi bapuk lewat jaman.

Tahun-tahun yang begitu permisif terhadap EDM. Inilah bentuk paling segar bagi ranah musik. Invansi besar-besaran tersebut memang masih menyisakan banyak lubang dan tanda tanya, tapi untuk apa terlalu dipusingkan selama lantai dansa masih membara.

Apa pula faedahnya, filtering ketat antara gubahan matang dan materi medioker asal njedug, semua bebas keluar masuk tangga Billboard selama bersahabat dengan telinga para partygoers jemaat. Bahkan sekelas MTV sekalipun tidak mempermasalahkan performance Chainsmokers yang out of tune.

Musik sudah mengalir horisontal, tidak ada lagi kontrol dari atas karena produsen dan pasar sama kuatnya. Selama terpuaskan, jemaat akan tetap royal. Buang jauh-jauh instrumen kuno yang hanya memenuhi gudang, ganti semua itu cukup dengan laptop dan flashdisk. Lupakan lirik-lirik sok filosofis, hidup terlampau berat untuk memperkarakan barang receh yang tidak lebih penting dari jadwal party minggu ini. Terberkatilah pengisi acara sekelas karaoke bersenjatakan playback dan backing track penyelamat jiwa-jiwa yang haus akan drops.

Selamat merayakan akhir tahun dengan menangisi mereka yang tiada, atau menyerukan kebaruan yang masih bertahan. Saya sendiri lebih memilih untuk tetap berkutat pada yang saya percayai, berikut pasang surutnya, sambil merapal ... touch me like you do, ta-ta-touch me like you do, what are you waiting for? (1.0/5)



You Might Also Like

0 comments