DAY 15: A SONG THAT IS A COVER BY ANOTHER ARTIST

December 15, 2017

Lauren O'Connell - Unbelievers (Vampire Weekend cover)

IMAGE SOURCE: bandofthedayapp.com
No fuckin way! Ini adalah satu hal yang saya benci di dunia musik modern. Bukan apa-apa, cover song dari tahun ke tahun semakin terlihat klise. Dan Youtube punya peran penting di sana. Singkirkan jauh-jauh terminologi "cover song juga karya" dan "apresiasi" untuk mengerucutkan, karena saya tidak perlu pembenaranmu. Lagipula, hanya bermodal referensi chart top 40, gitar akustik, suara merdu, dan kamera DSLR; kamu sudah bisa terkenal kok hari ini.

Kalau memang berniat me-monetize konten Youtube-mu, seharusnya kamu akan jauh lebih menghabiskan waktu untuk membuat karya sendiri daripada sekadar menggubah ulang lagu orang lain. Membuat video cover tidak gampang, saya setuju. Membuat materi yang friendly di telinga juga membutuhkan teknis ribet, saya sangat setuju. Tapi sejatinya, waktu yang terbuang untuk sebuah karya pribadi lah yang kelak akan menaikkan derajat kita, bukan jumlah view yang didapat dari mengunggah lusinan cover song.

Dan sekali lagi, membuat cover song berarti tidak memulai semuanya dari nol, my lord. Kamu tidak mengalami bagaimana pusingnya menentukan tema lagu, dari mana ide awal ditemukan, apa nada dasarnya, berapa lembar habis kertas yang dicorat-coret hanya untuk dua baris verse pertama, tidak ada proses berselisih paham dengan personel lain saat memutuskan siapa yang akan memimpin intro, dll.

Sedalam apapun pendapatamu, saya tetap beranggapan bahwa membuat materi cover hanyalah mengganti nuansa lagu asli, lalu menerjemahkan ke dalam interpretasimu sendiri. Merumitkan yang simpel atau menyimpelkan yang rumit. Bisa jadi nanti output-nya masih sejalur dengan versi asli, atau berubah total. Dan yang perlu digarisbawahi, jangan sampai kerja kerasmu hanya membuat malu musisi asli dengan cover versimu yang gagal. That's all.

Walaupun sepintas terdengar nyinyir dan tidak terlalu tertarik dengan video cover di Youtube, saya tetaplah penikmat musik biasa. Banyak juga cover version bagus dan layak dengar.

Dulu, selama berbulan-bulan saya pernah menghabiskan malam dengan menikmati daftar panjang BBC Radio's 1 Live Lounge. Banyak reinterpretasi bagus di dalamnya: Paolo Nutini - "Rehab" (Amy Winehouse), Foo Fighters - "Band on the Run" (Wings), Stereophonics - "You Sexy Things" (Hot Chocolate), dan Lily Allen - "Don't Get Me Wrong" (The Pretenders). Itu belum seberapa.

Ada juga cover version yang dirangkum dalam sebuah tribute album. Beberapa esensial yang wajib kamu coba adalah album selftitled milik Nouvelle Vague (cover version lagu-lagu post-punk/new-wave dalam irama bossanova brengsek), Garage.Inc (berbagai macam rock anthem yang digubah ulang oleh Metallica), The World Still Won't Listen (tribute album untuk The Smiths dari band-band punk dan hardcore), dan Interpreting the Masters Volume 1: A Tribute to Daryl Hall and John Oates milik The Bird and the Bee.

Dari dalam negeri sendiri kita bisa menemukan kompilasi Mesin Waktu: Teman-Teman Menyanyikan Lagu Naif, Indonesian Voices - A Tribute to Ian Antono, dan Tribute to Koil : Kami Percaya Kaupun Terbakar Juga.

Materi-materi di atas adalah apresiasi dari sesama musisi yang juga mempunyai karya sendiri sebelumnya. Sudah pasti mereka sangat memperhatikan pertimbangan-pertimbangan, seperti hak cipta, dan tanggung jawab seberapa jauh karya orang lain akan terus mereka mainkan. Reintepretasi bukan menjadi kebutuhan primer untuk mendongkrak popularitas. Karena karya sebagai autentisitas buah pikiran lah yang patut berdiri di atas segalanya.

Pada beberapa kesempatan, saya juga sering memainkan lagu-lagu dari musisi idola. Hanya sekadar untuk berbagi kesenangan, tidak lebih. Tidak ada yang dapat saya banggakan dengan membawakan lagu orang lain. Maka dari itu, saya mencoba membuat materi seadanya untuk direkam nanti.

Itulah sekelumit bukti dari keantian sekaligus ketidak-antian saya terhadap lagu cover. Dan jika harus memilih satu, baiklah, saya pilih. Dari Youtube pula.

Selamat terpesona luar dalam menikmati Lauren O'Connell. Dia berhasil membuka sisi paling muram dari "All I Have to Do is Dream" (The Everly Brothers) yang berubah depresif. Atau "Peacebone" (Animal Collective) yang disulap menjadi seteduh halaman belakang rumah sehabis hujan. "Unbeliever" milik Vampire Weekend wajib kamu coba. Dia bermain-main dengan resonansi gelas dari frekuensi air di dalamnya sebagai instrumen dan ambience. Cukup eksperimental.

Lantas apa yang membuat content milik Lauren tidak (dan mungkintidak akan pernah) sefenomenal Boyce Avenue? Itulah kenapa tulisan ini akan menjadi infiniti. Siapa yang tidak sadar, saya atau Mas Boyce, saya tidak tahu. Silakan ulangi lagi paragraf pertama.

You Might Also Like

0 comments